Akhir – akhir ini kasus malpraktek medis sedang ramai diperbincangkan dikalangan umum. Kinerja para dokter – dokter di indonesia banyak dipertanyakan. Apakah Fakultas – fakultas kedokteran di Indonesia tidak dapat menghasilkan dokter – dokter berkualitas ?
Menurut masyarakat, kinerja dokter di indonesia tidak menunjukkan hasil yang baik. Kesalahan demi kesalahan banyak dilakukan, dan ini terulang berkali – kali. Tidak heran bahwa sekarang masyarakat lebih memilih untuk berobat di luar negeri daripada berobat di Indonesia.
Hal ini mungkin diakibatkan oleh banyaknya pelayanan oleh dokter di Indonesia yang mengakibatkan pasien bertambah parah penyakitnya. Pasien yang datang dengan keluhan satu penyakit justru menanggung berbagai komplikasi atau bahkan meregang nyawa setelah mendapat pelayanan dokter.
Pada akhirnya pihak pasien tentu akan tidak puas, dan ingin menuntut dokter yang mengobatinya. Dokter dianggap tidak becus dalam melakukan pelayanan medik terhadap pasien, yang dan pada akhirnya dianggap telah melakukan malpraktek medis Pada tingkat ini terjadi pertentangan antara si pasien dengan si dokter.
Kalangan dokter berpendapat pihak pasien terlalu kuat kedudukannya sehingga dapat dengan begitu saja menuntut dokter untuk suatu hasil pengobatan negatif atau tidak memenuhi harapan pasien. Padahal, dampak dari tuntutan itu terkadang sudah merupakan pembunuhan karakter terhadap dokter yang dituntut/digugat. Sedangkan pada kenyataannya tidak selalu hasil negatif itu merupakan kesalahan atau kelalaian dokter yang merawat. Pihak dokter beranggapan bahwa tuduhan malpraktek yang dilakukan oleh si pasien sebagai pelanggaran asas praduga tak bersalah, mengingat bahwa kejadian malpraktek harus ditetapkan melalui proses pengadilan.
Untuk itulah, harus ada batasan yang jelas tentang sampai dimanakah malpraktek itu telah terjadi. Pasien yang dalam hal ini adalah masyarakat umum tentu harus diluruskan persepsinya tentang malpratek, disamping tentu saja peningkatan kualitas kedokteran di Indonesia.
FAKTANYA,,,,
FAKTANYA,,,,
Banyak kejadian – kejadian malpraktek yang terjadi di Indonesia. Malpraktik merupakan contoh akibat belum adanya suatu pegangan hukum yang mengatur tentang hak-hak pasien dan prinsip profesi kedokteran yang dapat dijadikan landasan bertindak dari seorang dokter dalam berpraktik. Pada dasarnya, konflik pasien-dokter atau pasien-rumah sakit terjadi bila ada predisposing factor berupa kesenjangan harapan pasien dengan kenyataan yang diperolehnya menyusul upaya medik. Pemberitaan media semakin jelas menunjukkan secara gamblang, bagaimana keadaan dunia kedokteran di Indonesia saat ini sedang disorot kredibilitasnya.
Masyarakat kemudian juga semakin memandang negatif profesi kedokteran karena melihat dan menyaksikan maraknya praktik-praktik kedokteran yang semakin jauh dari nilai-nilai luhur Sumpah Dokter dan KODEKI. Masyarakat atau pasien (yang dalam terminologi bisnis kini disebut konsumen, juga dalam konteks kontrak terapeutik) merasa perlu "melindungi diri" terhadap perilaku hedonistik dan unethical para dokter itu.
Masyarakat umum-pun sudah mulai berani mempertanyakan hasil yang tidak memuaskan dari para dokter. Banyak komentar diutarakan masyarakat umum akibat dari kelalaian umum. Bahkan tidak jarang yang membawa si- dokter ke meja hijau pengadilan karena dianggap telah melakukan malpraktek terhadap sang pasien.
Layanan kedokteran merupakan tempat yang rentan terjadi kecelakaan. Sehingga perlu dilakukan secara hati-hati oleh orang yang berkompeten dan memiliki kewenangan. Sebagai contoh, jika pasien menderita pusing, oleh dokter lalu diberi obat antalgin misalnya, selang beberapa menit ternyata malah muntah-muntah. Pasien lalu menyebutnya malpraktik, padahal belum tentu hal itu benar, sebab bisa jadi pasien belum makan, sehingga magnya kambuh dan menyebabkan muntah-muntah. Misalnya lagi, bedah besar pada pasien juga hanya dilakukan oleh dokter yang berkompeten. “Tapi jika hanya bedah ringan, seperti penyunatan, dokter umum yang sebelumnya tidak berhak, boleh melakukannya.” ujarnya. Dia menambahkan lagi, bahwa malpraktik tentu mempunyai kriteria-kriteria, antara lain; kewajiban mengobati pasien terdapat unsur dokter mengabaikan kewajiban, terdapat cedera akibat mengabaikan dan ada hubungan langsung dengan tindakan dokter.
Disinilah letak masalah-nya, masyarakat umum dalam hal ini kadang – kadang tidak dapat membedakan antara yang disebut dengan musibah klinis ini dengan malpraktek. Hal ini membuat banyak kasus – kasus tuduhan malpraktek terhadap seorang dokter tidak dapat menjatuhkan tuduhan bersalah terhadap si- dokter. Bebasnya si – dokter terhadap tuduhan ini menimbulkan rasa geram terhadap si penuntut, dalam hal ini pasiennya, sehingga menimbulkan persepsi yang buruk pihak pasien terhadap dunia kedokteran.
IDI Sebagai lembaga yang membawahi dokter – dokter di Indonesia pun menjadi terbawa dalam masalah ini. IDI dianggap hanya melindungi kolega – koleganya dari jeratan hukum. Padahal di dalam dunia kedokteran tedapat kode etik, dan terdapat sangsi bagi yang melanggarnya. Dan UU di Indonesia juga sudah ada yang mengatur tentang kelalaian atau kesengajaan yang dapat melukai, atau merugikan orang lain. Memang di dalam UU belum dijelaskan tentang malpraktek medis itu sendiri. Sehingga banyak masyarakat umum mengartikan UU yang ada dengan cara pandang mereka sendiri yang berbeda - beda.
Adapun syarat – syarat untuk mengajukan pengaduan malpraktek adalah :
1. Dokter yang dituntut adalah dokter yang benar bertugas memberi pertolongan.
Pembuktian masalah ini mungkin tidak sulit
2. Dokter itu telah melakukan tindakan medik yang tidak sesuai dengan standar medik.
Pembuktian masalah ini tidak mudah. Apalagi, di Indonesia, belum ada standar medik
yang dapat menjadi rujukan semua dokter. Otonomi dokter amat besar sehingga
aspek profesi sulit diintervensi
3. Tindakan dokter harus bisa dibuktikan merugikan pasien. Hal ini tidak mudah,
mengingat akan sulit bagi profesi di luar kedokteran untuk membuktikan kerugian itu
Inilah yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah kita. Aturan yang jelas tentang malpraktek, agar tidak ada kesalahpahaman yang dikemudian hari dapat menimbulkan masalah antara hubungan dokter dengan pasien.
ASPEK ETIKA DAN HUKUM,,,
Dipandang dari aspek etika, tentunya malpraktek, merupakan hal yang tidak dapat ditolerir bagi pelayanan medis. Pelayanan Medis adalah pelayanan yang menyangkut kehidupan seorang manusia. Karena itu diperlukan tata cara, sikap dan profesionalisme dari seorang dokter dalam menangani pasiennya. Tidak dibenarkan dalam kode etik kedokteran indonesia untuk memperlakukan seorang pasien, layaknya benda mati.
Pada pasal 7a kode etik kedokteran Indonesia disebutkan bahwa ” Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang ( compassion ) dan penghormatan atas martabat manusia ”. Hal ini menegaskan malpraktek tentunya sangat melarang kelalaian profesional yang dilakukan seorang dokter dikarenakan kurang menerapkan tingkat kepandaian dan ilmu dengan kesengajaan dan tujuan lain ( diluar profesional ). Masyarakat umum dalam hal ini tidak perlu khawatir, karena bagi dokter –dokter pelanggar kode etik kedokteran Indonesia, akan diberikan sanksi yang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia ( MKEK ), dan pasien dalam hal ini berhak menuntut si-dokter apabila diperlukan.
Dipandang dari segi hukum, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi standard operating procedure yang lazim dipakai, melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) serta Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malapraktik.
Dalam hukum pidana, kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain diatur dalam pasal 359 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan "Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun".
Terhadap kelalaian yang mengakibatkan orang lain luka berat, timbul penyakit tertentu diancam oleh pasal 360 KUHP yang menyatakan:
(1) "Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun".
(2) "Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah".
Pemberatan ancaman pidana juga dapat membayangi dokter yang terbukti melakukan malapraktik, sebagaimana tercantum dalam pasal 361 KUHP, yang menyatakan "Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memenrintahkan supaya putusannya diumumkan".
Dengan kata lain, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malapraktik sehingga mengakibatkan pasiennya luka berat atau bahkan kehilangan nyawa, maka pasal 361 KUHP di atas memberikan hukuman tambahan, yaitu pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) serta diumumkannya hukuman tersebut kepada publik.
Malapraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata, karena telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian untuk mengganti rugi, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, yang menyatakan "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut". Selanjutnya KUHPerdata juga mengatur kerugian akibat kelalaian, sebagaimana yang diatur oleh pasal 1366, yang menyatakan "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya".
Dengan adanya hukum yang mengatur tentang kerugian – kerugian akibat malpraktek, tentunya masyarakat bisa tenang untuk mendapat pelayanan medis yang terrbaik dari dokter. Selain itu Undang – undang praktek kedokteran yang mengatur praktek seorang dokter juga mencegah terjadinya soal malpraktek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar